Kecoak, atau dalam bahasa Inggris Cockroach, merupakan salah satu anggota dari ordo Blattaria yang memiliki 5 famili. Menurut laporan terkini, terdapat 4.000
spesies kecoa diseluruh dunia. Menurut WHO, 10 spesies positif merupakan penyebar penyakit.
Jika sebagian besar kecoak yang kita lihat di Indonesia berukuran kecil, coba dulu tengok Australian Giant Burrowing Cockroach atau Rhino Roach (Kecoa Badak ). Kecoak yang satu ini dapat memiliki panjang lebih dari 80 cm dan berat 35 gram (ada yang beratnya pernah dilaporkan sampai 50 gram!). Kecoak dapat hidup sebulan atau lebih tanpa
makanan, dan seminggu tanpa air.
Kecoak sakit jika terbang
Kecoak punya sayap, kecoak bisa terbang, kenapa ya dia gak terbang terus aja, kan lebih mudah mencari makanannya? Usut punya usut, ternyata walaupun sayap kecoak memungkinkan untuk bikin tubuhnya terbang, namun tidak didesign khusus untuk terbang lama, lebih ke ‘lompat’. Hal itu karena, setiap sayap kecoak melakukan gerakan terbang, gesekan yang terjadi akan membuat tubuh si kecoak panas, kalo dipaksakan mengepak terus-terusan, bisa-bisa tubuh kecoak kebakaran! Eh ini serius lho…
Kecoak menyebabkan global warming
Menurut para ilmuwan, studi mereka menunjukkan bahwa kecoak kentut rata-rata setiap 15 menit! Yang lebih mencengangkan lagi, bahkan setelah mati, kecoak akan tetap kentut alias melepaskan gas metana hingga 18 jam. Bayangkan saja, didalam skala global, gas dalam perut serangga diperkirakan menyumbang 20% dari semua emisi metana. Fakta ini jelas menempatkan kecoa sebagai salah satu kontributor terbesar pendukung global warming. Dua kontributor besar lainnya adalah rayap dan sapi, kedua hewan ini diyakini juga memiliki presentasi kentut yang tinggi.
Kecoak akan mati jika jatuh telentang
Tidak seperti di hutan (tempat tinggal asli kecoak), lantai rumah licin dan biasanya bidangnya datar. Jika di hutan kecoak punya daun-daunnya untuk dijadikan pegangan saat jatuh telentang, namun di lantai rumah, jika sudah jatuh telentang, sudah game over untuk si kecoak. Bahkan ada beberapa insektisida anti kecoak yang dirancang untuk melumpuhkan syaraf kaki kecoak, sehingga mereka jatuh telentang, dan mati karena itu.
Sejarah nama “kecoak di mata Internasional
Nama ‘cockroach’ dipercaya berasal dari bahasa Spanyol ‘cucaracha’, dengan pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris ‘cacarootch’ di 1624.
Kecoak tidak membutuhkan kepala untuk bertahan hidup
Kecoa tidak membutuhkan kepala untuk dapat bertahan hidup. Sebagai pembanding, manusia membutuhkan kepala untuk 3 fungsi, antara lain:
1. Bernapas melalui hidung dan mulut, dan pernapasan dikontrol oleh otak.
2. Kehilangan kepala menyebabkan kehilangan darah secara drastis.
3. Kita makan melalui mulut.
Namun bagi kecoa:
1. Mereka bernapas melalui ventilator di seluruh tubuhnya dan otak tidak mengontrol fungsi ini.
2. Serangga tidak memiliki tekanan darah seperti pada mamalia dan tidak akan ‘bleed out’
3. Sebagai seekor hewan berdarah dingin, makanan yang sedikit dapat bertahan sebulan penuh. Kecoa tanpa kepala dapat bertahan hidup cukup lama.
Kecoak menyebabkan asma
Alergi kecoa pertama kali dilaporkan sekitar 50 tahun yang lalu, dan sangat berbahaya. Alergen kecoa adalah kotorannya dan serpihan-serpihan dari bangkai kecoa yang menjadi debu dan masuk ke dalam tabung bronchial. Kepekaan terhadap debu ini memicu reaksi alergi bronkial yang dikenal sebagai asma.
Kecoak dapat bertahan hidup didalam bencana nuklir
Sel-sel hidup sensitif pada radiasi terutama ketika mereka sedang membelah (itulah efektivitas dari radiasi pada sel kanker). Sel-sel kecoa membelah hanya pada saat siklus molting, sekitar sekali seminggu. Maka mereka bersifat sensitif pada radiasi hanya sekitar 48 jam, atau 1/4 minggu. Manusia memiliki darah dan immine stem-cell yang membelah secara konstan. Dengan radiasi bom nuklir, semua manusia akan mati, namun hanya 1/4 dari kecoa yang akan bertahan hidup. Yang menarik, Salah satu acara televisi terkenal, “Mythbusters” melakukan tes dan terbukti ternyata kecoa dapat hidup pada intensitas radiasi 10x yang dibutuhkan untuk membunuh manusia. by LUTHFAN DANASWARA